Monday, December 7, 2009

RevolusiDaunTukIndonesia

Usai shalat zhuhur berjama’ah, Zioni menghampiri sapi Kanjeng yang baru saja ingin membaca koran New York Times edisi kamis, November 26 ’09.

“jenengan mesti seringsering baca koran, Zon. Biar ndak ketinggalan berita kehidupan manusia.”
“ah, tak penting itu, bang, yang kutau, macam mana caranya manusiamanusia itu tau, kalo kita juga butuh dimengerti.”
“koq nadanya mirip kayak iklan pembalut yo…”
Zioni tersenyum lebar, “hehehe… btw anyway busway, kemaren kau janji sama awak, mau menceritakan sual REVOLUSI DAUN, bang. Ayolah! Semalaman aku tak bisa tidur nih. Mana MU kalah 1-0 dari Besiktas di liga champion. Borjong kali lah…!”
“Milan main imbang 1-1 toh dengan Marseille?”
“loh, kau nonton juga, bang?”
“di sini kan ada. Makanya, baca koran. Biar pinter…”
“kau jangan purapura berkelit tak mau menjawab, bang. Apa itu REVOLUSI DAUN?!” wajah Zioni memerah seperti darah menggelegak.
“o iya, lali aku. Maklum… besuk lebaran. Jadi bawaannya degdeg-an aja, mas.”
“maksudmu kelapa degan, bang?”
“hadoh, jenengan iki piye toh... Heh, jatah hidup kita itu tinggal seumuran laron aja. Besuk, kaum muslim udah pada nyate di masjid, rumah atau dimanamana lah…”
“tadi abang bilang nyate ya? Ehm… berarti kita mau dijadiin sate gitu… Allahuakabar… kok mereka tega ya, bang. Hikhikhikz… tapi, aku tak mau tertipu lagi. sudah dua kali kau berkelit, bang! Ayo, sekarang berceritalah…!”
“iku airmatane dihapus ndisek. Pejantan kok melankoliz gitu.”
“aku sedih, bang. Sedih jaya! Macam kau tak pernah bersedih saja! Janganjangan Hatimu terbuat dari hati manusia ya?”
“yowis, puaspuasin deh nangisnya. Dengerdenger sih, bentar lagi jenengan mau dibawa ke Cikeas. Jadi…”
“BANG………! Ceritalah…!” Zioni mulai naik pitam sambil membenturbenturkan kepalanya ke tembok.
“iyo… iyo. Jadi ngene loh, Zon. Jenengan ngerti ra arti kata revolusi?”
“mana awak tau, bang.”
“kenal sama Soekarno?”
“nggak!”
“Sobron Aidit?”
“kalo Universite de Paris Sorbonne, awak tau, bang.”
“nah… kebeneran. Dari Sorbonne itu kan ada alumnusnya yang bernama Andrea Hirata & Arai.
Mereka itu warga Indonesia loh, Zon.”
“dari Belitong kan?”
“tau darimana?”
“awak udah baca tetralogi Laskar Pelangi yang dia tulis, bang. Tadinya, malah diminta sama si Riri Riza buat jadi tunggangannya Jimbron yang gila kuda itu di film Sang Pemimpi.”
“weleh, heubat nemen. Jenengan mau diajak maen pelem?”
“tak usah banyak cakap! Lanjutkan ceritamu, bang!”
“O iya, lali meneh. Sampe mana tadi, Zon?”
“Sorbonne Aidit!”
“Sobron x ah…”
“iya itu lah…!”
“jadi gini… si Andrea itu reputasinya bisa disamain loh dengan Soekarno atau Tan Malaka, Zon.”
“maksudmu, bang?”
“dia punya semangat revolusi yang sama dengan dua tokoh besar Indonesia itu. Hanya berbeda zamannya saja. Tapi kan di setiap zaman, ada tantangannya sendiri. Kalo Bung Karno-Tan Malaka hidup di zaman ini, belum tentu juga mereka jadi sebesar dulu. Atau sebaliknya, jika Andrea yang hidup di zaman susah itu, ya podho wae…”
“jadi intinya, bang?”
“intinya, revolusi pemikiran yang mereka gagas itu, bisa dianalogikan dengan daun yang tumbuh – gugur & tumbuh maneh. Belakangan ini kan, rakyat Indonesia lagi dipusingin sama tingkahpolah presidennya yang plintatplintut itu. Aku sempet denger, banyak TOKOHTOKOH KELONTONGNYA yang mau ngobarin revolusi. Tapi, ada satu yang mereka lupain, Zon.”
“apa itu, bang?”
“syaratnya revolusi itu, CHAOS: kacaubeliau & kalangkabur. Nah, yang namanya keos itu, sifatnya alamiah. Seperti revolusi Prancis di 1789 itu. Jebolnya penjara Bastille, jadi pemantik meruaknya revolusi, bahkan hingga ke seluruh dunia. Nyaris tanpa skenario. Tanpa disain program, etc. semua berjalan alamiah. Sama seperti keos yang ada dalam diri setiap makhluk, Zon—mau itu benda hidup atau yang mati sekalipun.
Peraih Nobel kimia 1977, Ilya Prigogine, berjasa dengan sumbangannya pada termodinamika tak setimbang, khususnya teori struktur disipasi. Dalam kajiannya ini, ia mengurai proses tata diri pada sistem-sistem kimia benda mati, dengan mengembangkan teori dinamika rinci untuk menggambarkan perilaku sistem itu, yang ia sebut sebagai disipatif—kenyataan bahwa sistem tersebut memertahankan dan mengembangkan struktur dengan memecahkan struktur lain di dalam proses metabolisme, & menciptakan entropi—kekacauan—yang selanjutnya terkacaukan di dalam produk kotoran. Inilah dinamika tata diri dalam kesederhanaan bentuknya, yang memerlihatkan sebagian besar fenomena khas kehidupan—pembaruan & penyesuaian diri, evolusi dan bahkan bentuk-bentuk primitiv proses “mental”. Sistem ini dianggap hidup karena ia tidak mereproduksi atau membentuk sel-sel. Sistem menarik ini merupakan suatu hubungan antara benda hidup & benda mati.
Jadi, Zon, kalo aku jadi manusia Indonesia, SapiBoYolali itu bakalan tak bikin tumbang dengan teori canggihnya Prigogine ini. Makanya tak namain Revolusi Daun, Zon. Biar dia tumbuh-gugur untuk kemudian tumbuh kembali. Begitu seterusnya. Proses ini nampak berulang, tapi sebenarnya selalu baru dalam kebaruan. Karena begitulah cara Tuhan bekerja. Ia terus & akan selalu mencipta. karyaNya akan terus berEvolusi. O iya, nanti kalo udah nyampe di Cikeas, sebelum di sate, bilangin sama yang punya rumah, kelak nanti, satu daun yang gugur dari pohonnya, bisa bikin dia kejengkang dari kursinya… Sampe di sini, jenengan paham toh?”

Belum sempat Zioni mengiyakan, seketika datang enam orang lelaki berperawakan besar, rambut cepak dan lengkap dengan baju safari, menarik tali pengikat di leher sapi Kanjeng. Lalu menaikkannya ke atas mobil pick-up. Semua berjalan hanya dalam hitungan menit saja. Zioni hanya bisa termangu & ngungun sendiri, menatap tulisan di belakang mobil itu: MENUJU RI 1 di CIKEAS. [tigaduren, 261109]

Catatan Reno Ramutu, 

0 comments:

Post a Comment

Jual dan Terima Pesanan Lukisan

Dijual lukisan karikatur, dengan harga miring untuk pembelian nego hub: 088210811651
Terima pesanan:
Lukisan karikatur,
Lukisan Photo,
Lukisan Dinding, Lukisan Sketsa wajah.
Warna atau hitam putih, dengan media kertas dan kanvas