
Biar saja orang sibuk dengan revolusi, apapun jenis&namanya. Tiap revolusi mungkin menyangka, atau menyatakan diri, membawa sesuatu yang baru. Biarlah. Karena akan ada endapan dari masa lampau dalam peristiwa revolusioner yang mana pun. Kaum militan juga bebas muncul untuk menegaskan diri dalam revolusi ”baru”, yang menyebabkan mereka maju dan yakin. Seperti Badiou, yang menyebut Revolusi Prancis dan Rusia sebagai “kejadian”, l’evénement. Ia mengklaim bahwa kejadian itu adalah sebuah proses “kebenaran dan kebenaran”. Mungkin seperti puisi yang lahir, revolusi adab akan terus menggunakan bahasa yang ada—untuk dihayati sebagai baru samasekali. Tapi aku tak peduli!
Karena di sini, di Indonesia, semua yang tak ada di belahan dunia manapun, sudah ada sejak dulu kala. Bahkan apa yang sudah ada dan terasa sulit diadakan di banyak tempat dunia ketiga, bisa diciptakan dengan sangat mudah. Di sini juga kutemukan kebebasan yang paling bebas, yang tak pernah bisa dirasakan di negaranegeri manapun. Seperti sabda Kanjeng Rasul Muhammad saw yang berbunyi, “Walaupun kamu tahu besok akan terjadi kiamat sedang di tanganmu ada sebutir benih kurma, maka tanamkanlah benih kurma itu”. Untuk itulah, aku akan terus menulis untuk Indonesiaku. Menulis yang tak pernah ada, sampai mati. Hingga aku tak tau lagi apa yang akan
ditulis. Bahkan tulisan itupun tak jua tau, siapa yang menulisnya. Biarlah di nisan makamku nanti tertulis seperti ini: DI SINI TERBARING ORANG YANG TAK PERNAH MENULIS SEUMUR HIDUPNYA, TAPI IA TELAH MENJADI TULISAN ITU SENDIRI. [tigaduren, 301109]
Catatan Reno Ramutu,
0 comments:
Post a Comment